Recent twitter entries...

Kata Pemerintah tentang budaya



KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBUDAYAAN:
”KONTINUITAS MENGELOLA KEBUDAYAAN”


MAKNA KEBUDAYAAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Kebudayaan yang merupakan karunia Tuhan, yang mana dengan kebudayaan itu manusia diberi peluang untuk mengarahkan tingkah lakunya, dan untuk memberikan makna pada kehidupannya. Hal tersebut sesuai dengan arti kebudayaan, yang pada intinya adalah suatu system nilai beserta sekelompok konsep-konsep dasar didalamnya, merupakan suatu perangkat gagasan terintegrasi, yang dijadikan acuan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengarahkan perilakunya. Oleh karena itu kebudayaan adalah penanda dan sekaligus pembatas, dari suatu masyarakat, dari suatu bangsa.
Satuan yang paling terlihat sebagai pendukung sebuah kebudayaan adalah yang disebut kelompok sukubangsa/etnik. Namun karena manusia di dunia ini bergerak melintasi ruang, serta berinteraksi secara fisik dan mental, baik secara cepat maupun rendah. Hal ini menyebabkan garis-garis pembatas antar budaya senantiasa dapat bergeser. Bahkan, terjadi pula sejumlah migrasi dan kolonisasi besar-besaran ke tempat-tempat ”baru” yang sebenarnya sudah berpenghuni. Satuan masyarakat baru yang terdiri atas campuran sebagai akibat proses migrasi atau kolonisasi tersebut kemudian menjadi masyarakat yang multikultural. Namun perlu disadari bahwa masyarakat multikultural tidak hanya dapat terjadi sebagai akibat proses migrasi atau kolonialisasi semacam itu. Ada kondisi-kondisi lain, proses-proses lain dalam pembentukan negara yang dapat juga menghasilkan masyarakat multikultural.

INDONESIA SEBAGAI NEGARA MULTIKULTUR

Berkaitan dengan proses pembentukan sebuah masyarakat, maka Indonesia merupakan sebuah bangsa yang masyarakatnya adalah multikultur. Keanekaragaman sukubangsa di Indonesia yang jumlahnya mencapai kurang lebih 650 sukubangsa menyebabkan Indonesia mempunyai kekayaan budaya yang luar biasa. Oleh karena itu perlu suatu kebijakan yang strategis untuk mengelola kekayaan budaya tersebut. Hal ini mengingat keanekaragaman khasanah budaya tersebut mempunyai fungsi dalam perwujudan integrasi bangsa Indonesia dalam suatu suasana kebersamaan. Sukubangsa yang satu dengan sukubangsa yang lain saling menghargai, bahkan saling peduli pada budaya sukubangsa lainnya dimana satu sama lain saling menjaga kelestarian budaya bangsanya.
Dalam suatu kesatuan kemasyarakatan yang multikultur, jika masing-masing unsur budaya didalamnya berinteraksi maka yang muncul adalah pluralisme. Satuan-satuan budaya di dalam kesatuan kemasyarakatan itu masing-masing dapat menawarkan nilai-nilai budaya, perangkat-perangkat norma dan konsep untuk dapat saling dipelajari. Sehingga masing-masing anggota masyarakat yang besar tersebut dapat memilih dan mengambil apa yang dianggapnya baik. Bahkan masing-masing dapat mengembangkannya untuk dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya.
Saat ini di saat kebijakan otonomi daerah diluncurkan dan diterapkan di Indonesia, seharusnya semangat untuk saling memelihara budaya dari setiap sukubangsa semakin kuat untuk menjaga kelestarian dari setiap sukubangsa yang ada di wilayah Republik Indonesia. Kebijakan otonomi daerah ini sebenarnya sesuai dengan pemahaman multikultur yang mengedepankan kesetaraan kedudukan setiap sukubangsa yang ada di Indonesia. Dengan demikian tidak ada lagi ”golongan bangsa yang mayoritas dan minoritas” juga ”golongan pribumi (indigeneous people) dan pendatang (yang di beberapa Negara lain adalah juga golongan yang berkuasa)”. Dalam Negara Indonesia, jika ada pendatang yang kemudian bermukim, beranak keturunan dan menjadi warga Negara Indonesia, maka mereka tidak menjadi golongan yang secara budaya terpisah dan tersendiri, melainkan mereka berasimilasi dengan suku bangsa yang merupakan penghuni asli di tempat mereka tinggal. Situasi multikultur Indonesia yang berbeda dengan kemultibudayaan Negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Australia dll. (dimana bangsa pendatang menjadi penguasa sedangkan penghuni aslinya tersingkirkan). Sebaliknya di Cina dan Vietnam dan beberapa negara lain ”bangsa pokok” pribumi merupakan mayoritas yang berkuasa. Seringkali kondisi semacam ini kurang disadari, dan ketidaksadaran ini masih banyak menggunakan terminology dan pemaknaan kata seperti ”minorities”, ”primordialism”, dan ”indigeneous people” dalam kesesuaiannya dengan konteks Negara lain, dan bukan dalam konteks Negara sendiri.
Pengertian diatas perlu disampaikan, untuk menghindari kesenjangan pemahaman yang akhirnya dapat berdampak pada penyikapan yang salah. Hal ini dimungkinkan karena tidak kritisnya seseorang dalam mengambil alih jargon dari negara-negara kuat yang mendominasi wacana politik dunia dewasa ini. Apabila tidak segera dikoreksi akan dapat menumbuhkan bibit perpecahan yang merugikan persatuan kesatuan bangsa dan Negara.

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA KEBUDAYAAN

Di atas telah dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan kebudayaan dan maknanya dalam kehidupan dan kondisi Indonesia yang multikultur. Sehubungan dengan hal tersebut maka akan disampaikan kebijakan yang telah, sedang dan akan dibuat pemerintah dalam rangka mengembangkan kebudayaan Indonesia.
Pada dasarnya tugas utama pemerintah, dalam hal ini Departemen Kebudayaan dan Pariwisata adalah melakukan pelestarian yang didalamnya termasuk melakukan usaha penggalian, pelestarian dan pengembangan khasanah budaya suku-suku bangsa dengan dua sasaran sekaligus, yaitu pertama, demi kontinuitas identitas suku bangsa sebagai sesuatu yang berakar dalam, melalui perkembangan berabad-abad; kedua adalah untuk diperkenalkan antar suku bangsa secara lebih intensif. Usaha yang disebut kedua itu perlu memanfaatkan segala kiat dan hasil perkembangan mutakhir dalam pengemasan informasi dengan menggunakan teknologi moderen. Dalam proses ini, sebagaimana yang telah terjadi dimasa lalu, diharapkan akan terus ada aspek-aspek atau perbendaharaan khusus dari suku-suku bangsa itu yang menjadi begitu tersebar luas di antara seluruh warga Negara Republik Indonesia sehingga telah dapat dirasakan sebagai miliknya juga. Inilah hendaknya yang kita tafsirkan sebagai ”puncak-puncak kebudayaan lama dan asli di daerah-daerah yang terhitung sebagai kebudayaan bangsa” seperti yang dirumuskan dalam pasal 32 penjelasan UUD 1945. Ke dalam pengertian ”puncak” yang terbawa masuk ke khasanah ”nasional” itu, disamping hal-hal yang hidup dewasa ini (batik, songket, angklung, tari Bali, tari Aceh, ukiran Asmat dsb) juga khasanah warisan budaya masa silam yang telah menjadi ”benda purbakala” (candi Borobudur, Prambanan, dsb), yang secara keseluruhan dapat diterima sebagai warisan budaya dari seluruh bangsa Indonesia meskipun berada di salah satu suku bangsa di Indonesia.
Kebijakan pemerintah yang pernah dilakukan pada waktu yang lalu antara lain adalah Dasawarsa Kebudayaan Nasional untuk Pengembangan Kebudayaan pada tahun 1998-2007. Pada masa itu yang dilontarkan adalah program penelitian dan pertemuan-pertemuan antarbangsa mengenai tema-tema yang juga menyangkut jaringan-jaringan hubungan antar bangsa dari masa lalu hingga masa kini. Selain itu juga pembahasan permasalahan serupa untuk menghadapi tantangan-tantangan masa kini. Oleh karena itu sekarang tiba gilirannya untuk lebih menyimak secara tajam dan mendalam permasalahan-permasalahan bangsa kita sendiri. Dewasa ini dirasakan adanya kebutuhan mendesak dari masing-masing bangsa di dunia untuk memperkuat tampilan jatidirinya, mengingat adanya interaksi global yang semakin cepat karena adanya perkembangan alat teknologi telekomunikasi yang semakin canggih. Hal ini terekam dalam pertemuan-pertemuan internasional seperti ASEAN, ASEAN-JAPAN Forum, Gerakan Non-Blok, dan UNESCO. Hal yang paling nyata membedakan antara satu Negara dengan Negara lain adalah kebudayaannya, sekalipun pada waktu ini budaya bangsa-bangsa di dunia ini sudah dilintasi secara seragam oleh sistem-sistem dan jaringan-jaringan tertentu, khususnya yang terkuat adalah sistem dan jaringan ekonomi serta sistem jaringan informasi dan komunikasi.
Pada saat ini, disaat dunia terimbas krisis ekonomi global, maka langkah kebijakan pemerintah untuk mengantisipasinya dengan mencanangkan Ekonomi kreatif berbasis budaya tahun 2008 dan Tahun Industri Kreatif pada tahun 2009 ini. Untuk Indonesia yang mempunyai kekayaan budaya luar biasa, seharusnyalah bukan hal yang sulit untuk mengembangkan ekonomi kreatif, khususnya yang berbasis budaya yang ada. Berkaitan dengan hal ini maka pemerintah perlu segera mengatur payung hukum untuk melindungi warisan budaya kita khususnya yang berkaitan dengan perlindungan dan pemanfaatan Pengetahuan Tradisional (PT) dan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT). Untuk menangani hal ini, instansi dan lembaga pemerintah terkait telah membentuk Tim Nasional Penanggulangan Hak Kekayaan Intelektual (TIMNAS HKI) yang diketuai oleh Menko Polkam.
Pada saat ini Depbudpar telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi pemanfaatan warisan budaya antara lain :
Penyusunan Sistem Informasi Kebudayaan terpadu (SIKT)
Penyusunan Peta Budaya
Penyusunan Perlindungan HKI Tradisional a.l: proses pembuatan wayang, mebel bambu dan pamor keris
Penyusunan Draft RUU Perlindungan dan Pemanfaatan PT dan EBT
Mengajukan mata budaya warisan bangsa Indonesia untuk menjadi warisan budaya dunia ke UNESCO
Permintaan kepada pemerintah daerah untuk melakukan inventarisasi PT dan EBT (sejak 2003) didasarkan pada SE Menbudpar No. SE.01/HK.501/MPK/2003
Inventarisasi kekayaan intelektual PT dan EBT (arsitektur, tenun, kearifan lokal dsb) di beberapa wilayah Indonesia
Penyusunan dokumen ”Tinjauan Sekilas Upaya Perlindungan Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisonal”
Penyusunan dan penerbitan Peraturan Menbudpar tentang Pedoman dan Kriteria Perlindungan Budaya Warisan Budaya Tak Benda
Workshop Perlindungan Budaya Warisan Budaya Tak Benda sebagai tindak lanjut Workshop for implementation of the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage on 17-18 April 2008
Studi kelayakan Warisan Budaya Tak Benda sebagai mata budaya yang dilindungi oleh Tim Independen sesuai bidang keahliannya
Berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut akan memberikan hasil atau dampak yang baik bila didukung oleh seluruh masyarakat, swasta, Perguruan Tinggi, dan media massa dalam implementasinya. Selain itu diperlukan suatu strategi kebudayaan yang mempunyai visi perubahan dan arah perkembangan budaya, yang dirancang, dipetakan dan dibuat langkah-langkah pencapaian kedepannya agar proses budaya dengan saling menghormati antar manusia dalam perbedaan dan keragaman kearifannya menuju ke transformasi budaya yang beradab.
Demikian paparan saya, mudah-mudahan materi yang disampaikan dapat bermanfaat untuk Bapak-Ibu, Saudara semua yang hadir dalam pertemuan ini.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, 4 Juni 2009
Direktur Tradisi
Ditjen Nilai Budaya, Seni dan Film


ttd


I G.N. Widja SH.

Comments (0)