Recent twitter entries...

Bagaimana Rasanya? (sebuah analogi)

Bagaimana rasanya...

ketika kita suatu saat menemukan sebuah lahan non produktif, yang berantakan, acak-acakan, atau mungkin sederhananya tidak sesuai dengan idealisme yang kita miliki.
lantas dengan seluruh daya upaya yang kita miliki,kita berusaha merubah sebuah lahan itu menjadi lahan yang sesuai dengan idialisme kita..

kita tebang pohon-pohon tua yang sudah tak bermanfaat lagi, kita bersihkan seluruh sampah-sampah yang berserakan, kita basmi seluruh benalu-benalu atau virus-virus dan seluruh penyakit yang menjakit di lahan itu, kita cangkul, meratakan tanah, mencabut rumput liar dan sebagainya..

dalam prosesnya tentu saja tidak mulus, kelelahan yang sangat, air mata karena menahan sakit, bahkan tak jarang darah mengalir karena luka yang diderita. lelah karena begitu banyak yang harus diakukan, menebang pohon-pohon besar dan sebagainya, menangis karena harus bertemu dengan hal-hal diluar prasangka dan persepsi perasaan yang menyakitkan, berdarah-darah karena mungkin kecelakaan atau mungkin karena memang harus berhadapan dengan tantangan luar. bertemu dengan binatang buas, atau duri-duri yang sengaja menjabak kita agar terluka.

tapi diantara kesemua itu, kita tetap tekun, gigih , istiqomah, merawat, mengolah lahan tersebut. dengan satu cita-cita bahwa, ya kelak dari lahan itu akan tumbuh pepohonan, dedaunan, bunga-bunga, yang kesemuanya akan mewarnai dunia.

seiring pengorbanan dan perjuangan yang berkompetisi dengan bergulirnya waktu, akhirnya lahan itupun siap untuk ditanami. senyum, ya tersenyum pasti. lahan porak poranda, sekarang siap untuk menjadi ruang tanam mimpi..
lantas kita tanam benih tumbuhan, buah, bunga. kita semai dengan cinta...
setiap hari kita datangi, kita sirami, kita rawat, kita beri perhatian bahkan lebih dari memperhatikan diri kita sendiri..
manakala ada benalu, atau ada ancaman bagi masadepan benih-benih itu, kita sigap, kita segera ambil langkah preventif, atau dengan tegas kita akan basmi seluruh ancaman itu..

hari demi hari, bulan demi bulan, akhirnya benih itu tumbuh subur, indah dan mengindahkan, sejuk, gemerlap mewarna dunia.. ya, itulah yang sungguh diharapkan ketika awal mangayun cangkul mengolah lahan yang berantakan di awal..
ya, lahan itu sekarang berubah menjadi perkebunan indah, taman bunga penuh warna, dan hijau penyejuk udara.. tak ada yang tidak suka melihatnya...

bagaimana rasanya, seandainya lahan itu direbut orang lain, justru orang lain yang menuai hasilnya, orang lain! benar-benar orang lain.. bukan anak-keturunan kita,atau orang-orang satu visi dengan kita. tapi orang lain, yang bahkan tidak merasakan rasanya berdarah-darah merawatnya. hanya orang lewat yang terpesona dengan keindahannya,lantas dengan otoritas yang dimiliki, atau pesona yang dimiliki dengan seenaknya, ia rebut lahan indah itu..

bagaimana rasanya...

Comments (4)

sesiangan ini

semalam ini

sesore ini
biar rame komennya

sedalam-dalamnya